Home Review

Review 365 Days: Film yang Disukai Penonton Ngacengan Saat Pandemi

365-days-dni

Banyak orang bilang seri film Fifty Shades of Grey (2015 – 2018) adalah film buruk. Dengan jalan cerita yang berantakan dan hanya menglorifikasi adegan seksual (terutama BDSM). Well, film-film tersebut akan terlihat lebih baik setelah kalian menonton lalu membaca banyak review 365 Days (2020).

Tidak heran ketika film ini mendapat rating 0% rotten di situs Rotten Tomatoes. Bahkan situs Cosmopolitan menyebut film ini sebagai “film terburuk yang pernah ditonton”. Dan banyak review buruk yang ditulis situs lain tentang film 365 Days ini.

Ada banyak hal yang salah dari film ini. Mulai dari bagaimana film ini memiliki editing yang jelek, script dan dialog yang cringey, akting yang buruk, sampai cerita yang meromantisasi penculikan.

Tidak ada alasan yang jelas akan kenapa banyak orang perlu menonton film ini. Karena seluruh aspeknya terlihat berantakan. Masih bisa disebut film pun sudah untung.

Saya menebak, film ini sangat populer di Netflix karena banyak orang yang membicarakan betapa erotisnya film ini. Padahal film ini juga tidak erotis.

Selain mungkin juga alasan banyak orang yang mencari film sejenis di tengah pandemi. Karena bosan #DiRumahAja.

Adegan erotis yang terpaksa

Adegan erotis di dalam film bisa memberikan sensasi tersendiri ke penonton, selain juga memberikan pijakan atau kekuatan pada keseluruhan cerita film.

Di sini saya membandingkannya dengan film erotis lain. Sutradara seperti Lars von Trier, Catherine Breillat, atau Gaspar Noe bisa dibilang pernah membuat film erotis yang tidak asal.

Setiap adegan seksual di dalam filmnya diperhatikan dengan baik. Apakah perlu ada, atau tidak. Apakah mendukung cerita, atau tidak. Apakah memberikan perkembangan karakter, atau tidak.

Sementara di dalam 365 Days, setiap adegannya seksinya seakan dilakukan secara berantakan, tanpa ada relevansinya terhadap cerita. Tidak dijelaskan kenapa perlu ada adegan tersebut. Para pemainnya berakting dengan sangat buruk pula.

Setiap adegan seakan-akan ada karena terpaksa. Banyak adegan yang sebenarnya tidak perlu, tapi dijejalkan ke dalam durasi 114 menit yang dimiliki.

Jika kalian memang menonton film ini karena penasaran akan kontroversinya, by all means. Tapi, saya sendiri sih masih kesal sudah membuang-buang waktu untuk menonton film yang sangat buruk.

Paling tidak, menonton Fifty Shades of Grey memberikan sedikit hiburan. Tidak seperti film ini yang setiap adegan dan dialognya membuat saya mengerutkan dahi.

Sama seperti film porno kebanyakan, 365 Days tidak memiliki cerita yang baik, karakter yang menarik, dan teknik produksi yang apik.

Film ini bahkan lebih buruk daripada film porno. Keduanya memiliki penyajian yang sama. Adegan dengan dialog kaku dan aneh, ditutup dengan adegan seks/erotis, loncat ke adegan selanjutnya, lalu ulangi.

Tapi, 365 Days bisa dibilang lebih buruk. Karena paling tidak, film porno punya adegan seks yang asli dan unsimulated; selain juga memang memiliki tujuan menghibur lewat adegan pornonya. Sementara film ini tidak menghibur dan hanya disebut “film” karena didistribusikan Netflix.

***

Baca review film dan TV series lainnya hanya di menonton.id.

Exit mobile version